Sedang memuat data...
04 Nov 2024

PEMETAAN KANDUNGAN HARA DAUN KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN CITRA MULTISPEKTRAL BERBASIS UNMANNED AERIAL VEHICLE

Kecukupan hara merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit. Umumnya, pemenuhan kecukupan hara dilakukan melalui pemupukan yang ditentukan berdasarkan hasil analisis kandungan tanah dan daun. Pengukuran kandungan hara daun secara konvensional tidak memiliki fleksibilitas, tidak praktis, membutuhkan tenaga kerja intensif, serta perlu waktu dan biaya tinggi, sehingga penginderaan jauh dapat menjadi alternatif untuk mengatasinya. Dalam penelitian ini, digunakan ekstraksi nilai reflektan setiap saluran serta transformasi indeks vegetasi NDVI dan GNDVI dari 3 saluran kamera multispektal (red, green, near infrared) sebagai variabel bebas (predictor) untuk mengestimasi hara daun blok pengamatan pada perkebunan kelapa sawit. Model regresi polinomial berganda dibangun dari hasil analisis laboratorium daun kelapa sawit sebanyak 35 contoh yang digunakan sebagai variabel terikat. Model prediksi N, P, K, Ca, dan Mg menggunakan regresi polinomial berganda orde 4. 2 menghasilkan nilai berturut-turut 0,986; 0,975; 2 0,981; 0,970; dan 0,968, nilai Adjusted berturut turut 0,861; 0,761; 0,812; 0,710; dan 0,690, nilai RSE berturut-turut 0,065; 0,003; 0,076; 0,074; dan 0,036, serta nilai MAPE berturut-turut 5,23%; 3,22%; 10,38%; 13,40%; dan 16,59%. Nilai prediksi kandungan hara daun setiap pohon diolah dan diklasifikasikan secara spasial menghasilkan kandungan hara N, P, dan Ca yang didominasi kriteria sedang masing-masing 95,51%, 100%, dan 80,58%, sedangkan hara K dan Mg didominasi kriteria rendah masing-masing 77,86%, dan 90,39% dari jumlah pohon. 

Indonesia sebagai salah satu produsen kelapa sawit terbesar, memiliki 14,62 juta hektar perkebunan (2021). Produktivitas yang berkelanjutan bergantung pada kecukupan hara, yang biasanya diperoleh melalui pemupukan dan analisis jaringan tanaman. Namun, pengukuran konvensional memerlukan biaya dan tenaga tinggi. Penginderaan jauh menggunakan UAV dengan Sensor Multispektral menjadi solusi alternatif untuk mengukur kandungan hara daun secara efisien, memungkinkan pemantauan tanaman secara individu dengan biaya lebih rendah. Data diperoleh pada Juni 2021 di perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara, Indonesia pada koordinat (3°3'0,036"-3°18'6,018" LU dan 99°31'13.552"-99°33'50.817" BT) dari tanaman tahun tanam (TT) 2019 (umur 3 tahun), 2016 (umur 5 tahun), 2012 (umur 9 tahun), dan 2005 (umur 15 tahun). Analisis daun dilakukan di Laboratorium PPKS, Medan, Sumatera Utara. Alat yang digunakan meliputi UAV dengan auto pilot, GPS, dan telemetri, dilengkapi kamera Mapir Survey 3 RGN (sensor Sony Exmor R IMX117 12MP) untuk menghasilkan tiga band multispektral (Red, Green, NIR). Data diambil menggunakan laptop HP Pavilion x360 (Intel Core i7, RAM 16GB) dengan Mission Planner 1.3.10, sedangkan pengolahan data dilakukan di PC ROG GT51CH (Intel Core i7, RAM 64GB) menggunakan perangkat lunak ArcMap 10.8, MCC, Agisoft Metashape, ENVI Classic 5.3, Microsoft Office 365, dan R Studio.

Persiapan yang dilakukan meliputi studi literatur, pengumpulan data sekunder, penyiapan alat, penentuan blok dan pohon contoh, serta pembuatan peta kerja. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain peta kebun, areal statement tanaman, dan citra foto udara true colour yang diperoleh dari kantor perkebunan tempat penelitian. Pohon contoh untuk membangun model sebanyak 5 pohon yang ditentukan secara purposive tersebar di setiap blok. Pohon contoh diambil dari 7 blok tanaman berumur 3 tahun (2 blok), 5 tahun (2 blok), 9 tahun (2 blok), dan 15 tahun (1 blok), sehingga seluruhnya diperoleh 35 pohon contoh. Pemetaan hara daun dilakukan pada seluruh pohon yang berada di 1 blok tanaman berumur 15 tahun, blok tersebut bukan merupakan blok yang digunakan untuk membangun model prediksi. Akuisisi citra multispektral menggunakan UAV dilakukan berdasarkan jalur terbang yang ditentukan, dengan Area Of Interest (AOI) yang mencakup batas areal blok. Penerbangan dilakukan pada ketinggian 400 meter dengan overlapping citra 80% (frontlap) dan 75% (sidelap). Gambar calibration target diambil sebelum dan sesudah akuisisi citra untuk kalibrasi pantulan. Pengambilan gambar dilakukan pada siang hari untuk mengurangi bayangan. Hasil perekaman berupa data RAW dan format .jpg dengan 3 saluran (merah, hijau, inframerah) pada panjang gelombang 660 nm, 550 nm, dan 850 nm. Geotagging menggunakan data GPS dari UAV dengan software Mission Planner versi 1.3.10. 

Pengambilan contoh daun dilakukan sesaat setelah akuisisi citra, sehingga nilai pantulan kanopi kelapa sawit dapat menggambarkan kondisi aktual nilai kandungan hara dari contoh daun yang diambil. Contoh daun tidak hanya diambil pada daun ke-9 untuk tanaman belum menghasilkan (TBM) dan daun ke-17 untuk tanaman menghasilkan (TM) sesuai prosedur (Fairhurts et al., 2019), melainkan diambil pada pelepah ke-1, 9, 17, dan 25 untuk TBM serta pada pelepah ke-9, 17, 25, dan 33 untuk TM. Hal ini karena nilai pantulan kanopi kelapa sawit yang diterima sensor tidak hanya nilai reflectance pelepah ke-9 dan 17 saja, melainkan seluruh pelepah yang terlihat secara tegak dari atas, sehingga untuk mempresentasikan kandungan hara tanaman diambil maing-masing 1 pelepah mewakili spiral tanaman kelapa sawit. Contoh daun setelah diambil dibersihkan dan dikeringkan 0 menggunakan oven dengan suhu 70-80C dan kemudian dianalisis laboratorium nilai kandungan hara N, P, K, Ca, dan Mg. Hasil nilai kandungan hara setiap pohon diperoleh dari rata-rata nilai kandungan hara seluruh pelepah yang diambil pada masing-masing pohon contoh.

Seleksi citra untuk mengeliminasi image yang tidak diperlukan dilanjutkan dengan merubah RAW data menjadi format .tif menggunakan data format .jpg yang telah melalui proses geotagging. Seluruh image digabungkan menggunakan software Agisoft Metashape Professional (trial version) sehingga dihasilkan citra mosaic orthophoto seluruh blok penelitian. Koreksi radiometrik dilakukan untuk memperoleh nilai reflektan masing-masing saluran menggunakan image calibration target yang telah diambil saat akuisisi data. Ekstraksi nilai piksel reflectance kanopi pohon contoh menggunakan konversi titik data vektor ke 2 poligon dengan ukuran (3 x 3) m (squared polygon) untuk TBM dan ukuran (5 x 5) m2 untuk TM. Ukuran squared polygon mempertimbangkan diameter kanopi kelapa sawit dan resolusi spasial detail. Diameter kanopi TBM tidak lebih dari 3 meter, sedangkan diameter kanopi TM sekitar 5 sampai dengan 7 meter, sehingga jika ukuran squared polygon lebih besar dapat menimbulkan bias karena nilai pantulan spasial vegetasi sekitar pohon kelapa sawit yang juga terekstrak. Sementara itu resolusi spasial citra yang dihasilkan 19 cm/piksel, sehingga jika ekstraksi menggunakan point nilai reflectance yang diekstrak tidak mewakili nilai reflectance pohon melainkan hanya nilai reflectance satu piksel (19 cm). Ekstraksi nilai reflectan kanopi kelapa sawit menghasilkan nilai masing-masing saluran spektral, yaitu Red, Green, dan Near Infra Red (NIR).

Regresi polinomial berganda (multiple polynomial regression) untuk memperoleh prediksi hara daun setiap pohon kelapa sawit untuk menggunakan rerata nilai piksel saluran NIR dan transformasi indeks vegetasi (Tabel 1) sebagai variabel bebas. Variabel tidak bebas (dependent) berupa kandungan hara daun hasil analisis laboratorium. Saluran NIR, indeks vegetasi NDVI dan GNDVI dipilih sebagai variable bebas sesuai beberapa hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa data tersebut berpotensi untuk prediksi kandungan hara tanaman. NIR memiliki akurasi yang tinggi dalam memprediksi 2 makronutrien esensial (0,76 ≤R ≤0,98 untuk N, P, K, Ca, Mg dan S) pada daun kapas. Selain itu, menggunakan NDVI untuk memperkirakan biomasa dan serapan hara P dan K pada kedelai. sedangkan NDVI dan GNDVI juga bisa berpotensi diterapkan untuk memantau pertanian tanaman secara berkala secara optimal (Shin et al., 2008). NDVI merupakan transformasi indeks vegetasi yang diperoleh dari saluran red dan NIR, sedangkan GNDVI sama seperti NDVI namun saluran red digantikan dengan saluran green, sehingga kedua transformasi indeks vegetasi tersebut merupakan optimasi penggunaan seluruh saluran pada kamera multispektral yang digunakan. Pengaruh variabel bebas terhadap variabel 2 tidak bebas dilihat menggunakan indikator nilai R, 2 dimana semakin tinggi nilai R maka semakin sesuai hasil prediksi, dan sebaliknya.

Hasil prediksi hara daun yang diperoleh kemudian dievaluasi untuk melihat kekuatan prediksi dengan menggunakan Mean Absolute Percentage Error (MAPE). MAPE menunjukkan seberapa besar perbedaan antara nilai aktual dari hasil analisis laboratorium dengan nilai prediksi dari model. MAPE mengukur kesalahan relatif dan menyatakan persentase kesalahan hasil estimasi. Persamaan perhitungan nilai MAPE sebagai berikut: MAPE = 100.

N adalah jumlah data, xi adalah nilai sebenarnya yang diamati, dan adalah nilai prediksi. Nilai sebenarnya menggunakan nilai nutrisi daun hasil analisis laboratorium, dan nilai prediksi adalah nilai nutrisi yang dihitung dengan model. Nilai prediksi hara daun setiap pohon diperoleh dari implementasi model prediksi menggunakan nilai rerata reflectance kanopi kelapa sawit sebagai prediktornya. Kemudian nilai kandungan hara setiap titik pohon kelapa sawit diklasifikasikan berdasarkan modifikasi dan dibuat layout petanya. Citra yang digunakan untuk pemetaan diambil pada blok tanaman dewasa, yaitu blok yang tidak digunakan untuk membangun model prediksi. Akuisisi data citra multispektral menggunakan UAV menghasilkan 867 image. Setelah dilakukan seleksi dengan mengelimisasi image yang tidak termasuk dalam areal penelitian, maka diperoleh sebanyak 290 image. Image tersebut menghasilkan lima citra pantulan (reflectance) tegak yang telah digabungkan (Mosaic Orthophoto) dengan resolusi 19 cm/piksel. Ortho mosaic dari citra multispektral yang diakuisisi menghasilkan gambar dengan penampakan cukup variatif pada masing-masing blok pengamatan akibat pengaruh bayangan awan yang dapat diidentifikasi secara visual. 

Ekstraksi nilai piksel citra multispektral menghasilkan nilai pantulan masing-masing saluran, yaitu saluran red, green, dan NIR serta nilai transformasi indeks vegetasi NDVI dan GNDVI yang dihitung dari nilai saluran citra multispektral tersebut. Sementara itu, hasil analisis daun laboratorium yang digunakan sebagai variabel terikat menunjukkan hara N didominasi kriteria sedang, P didominasi kriteria rendah, K didominasi kriteria sedang, Ca didominasi kriteria sedang, dan Mg didominasi kriteria rendah. Kandungan hara daun kelapa sawit yang diperoleh dari hasil analisis laboratorium cukup bervariasi. Hal ini karena perbedaan umur tanaman menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsentrasi hara daun kelapa sawit.

Model yang dibangun dengan regresi polinomial berganda menunjukkan performa yang 2 baik dengan nilai R masing-masing model N, P, K, Ca, dan Mg berturut-turut 0,986; 0,975; 0,981; 2 0,970; dan 0,968, serta nilai Adj, R masing-masing model berturut-turut 0,861; 0,761; 0,812; 0,710; dan 0,690, sedangkan nilai tingkat kesalahan juga cukup baik dengan nilai RSE masing-masing model berturut-turut 0,065; 0,003; 0,076; 0,074; dan 0,036 . Penggunaan model regresi polinomial berganda untuk pendugaan kandungan hara kelapa sawit menunjukan performa yang lebih baik dibandingkan menggunakan regresi linier berganda. Penelitian yang dilakukan oleh dengan menggunakan regresi linier berganda dalam pendugaan hara daun diperoleh nilai R2 sebesar 0,54; 0,59,14; dan 0,51 untuk masing masing hara N, P, dan K. Regresi polinomial dapat meningkatkan performa regresi. Regresi polinomial memungkinkan hubungan non-linier antara variabel independen dan dependen, sehingga regresi polinomial dapat digunakan untuk mencocokkan data yang tidak mengikuti garis lurus.

Penggunaan indek vegetasi sebagai variabel bebas juga dapat meningkatkan performa model prediksi. Penelitian sebelumnya menunjukan penggunaan NDVI mampu untuk memperkirakan biomasa dan serapan hara P dan K pada kedelai dan penelitian yang menggunakan GNDVI mampu untuk menghitung kandungan klorofil-a. Hasil evaluasi prediksi diperoleh rerata nilai MAPE pada model N, P, K, Ca, dan Mg masing-masing berturut-turut 5,23; 3,22; 10,38; 13,40; dan 16,59%. Berdasarkan kriteria estimasi, menunjukkan bahwa model N dan P dikategorikan sangat baik, sedangkan model K, Ca, dan Mg termasuk kategori baik yang sejalan dengan penelitian yang melakukan prediksi hara N, P, dan K kelapa sawit dengan nilai MAPE masing-masing 4,96%, 4,83%, dan 16,54%. 

Prediksi kandungan hara seluruh pohon kelapa sawit di blok pengamatan dilakukan menggunakan model prediksi yang telah dibangun. Untuk mempermudah interpretasi bagi penggunanya, nilai prediksi kandungan hara daun setiap pohon diolah dan diklasifikasikan kemudian disajikan secara spasial. Peta kandungan hara daun di blok pengamatan menunjukan kandungan hara N, P, dan Ca di dominasi kriteria sedang yang berarti nilai kandungan hara tersebut masing-masing berkisar antara 2,41-2,79; 0,16-0,17; dan 0,51-0,74 %, sedangkan hara K dan Mg didominasi kriteria rendah yang berarti masing-masing didominasi nilai 0,75-0,90 dan 0,20-0,25 % . Nilai kandungan hara daun kelapa sawit yang diperoleh dari model dapat digunakan untuk berbagai hal dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit, diantaranya sebagai management tool dalam intensifikasi produksi dan sebagai dasar dalam memberikan rekomendasi pemupukan Peta prediksi hara disajikan untuk setiap pohon kelapa sawit, sehingga pengguna dapat dengan mudah mengetahui kisaran nilai hara tanaman setiap pohon dan melakukan tindakan yang tepat untuk setiap tanaman.

Model regresi polinomial berganda dapat digunakan untuk prediksi hara N, P, K, Ca, dan Mg 2 daun kelapa sawit dengan nilai R² berturut-turut 0,986; 2 0,975; 0,981; 0,970; dan 0,968, nilai Adj, R² berturut turut 0,861; 0,761; 0,812; 0,710; dan 0,690, nilai RSE berturut-turut 0,065; 0,003; 0,076; 0,074; dan 0,036, serta nilai MAPE berturut-turut 5,23; 3,`22; 10,38; 13,40; dan 16,59%. Pemetaan kandungan hara setiap pohon kelapa sawit menunjukan bahwa kandungan hara N, P, dan Ca di blok pengamatan didominasi kriteria sedang masing-masing sebanyak 95,51%, 100%, dan 80,58% dari jumlah pohon, sedangkan hara K dan Mg didominasi kriteria rendah masing masing sebanyak 77,86%, dan 90,39% dari jumlah pohon.

Madiyuanto* , Rahmawaty¹, dan Heri Santoso 07 Agustus 2023, View of Mapping of Leaf Nutrient Content Using Multispectral Imagery in Oil Palm Based on Unmanned Aerial Vehicles

Other Article

image
PERFORMA RANDOM FOREST GROUPUNTUK KLASIFIKASI PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG YANG DISEBABKAN OLEH Ganoderma boninense PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Pemanfaatan teknik penginderaan jauh sudah banyak dimanfaatkan untuk kajian penyakit busuk pangkal batang (BPB) di perkebunan k ...

image
EKSPLORASI PENDUGAAN HARA DAUN TANAMAN KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN PESAWAT TANPA AWAK DAN KAMERA MULTISPEKTRAL

Rekomendasi pemupukan umumnya disusun setiap tahun untuk mengkoreksi kebutuhan hara tanaman melalui kegiatan pemupukan. Hara da ...

image
Peningkatan Akurasi Identifikasi Penyakit Busuk Pangkal Batang di Perkebunan Kelapa Sawit Menggunakan Unmanned Aerial Vehicle(UAV) dan Machine Learning

Penyakit busuk pangkal batang (BSR) pada tanaman kelapa sawit yang disebabkan oleh jamur Ganoderma sp sampai saat ini masih men ...