Penyakit busuk pangkal batang (BSR) pada tanaman kelapa sawit yang disebabkan oleh jamur Ganoderma sp sampai saat ini masih menjadi penyakit utama di perkebunan kelapa sawit baik di Indonesia maupun Malaysia. Penyakit ini tidak hanya menyerang tanaman kelapa sawit pada generasi kedua atau ketiga, tapi sudah menyerang pada perkebunan kelapa sawit generasi pertama. Penyakit yang merusak jaringan batang tanaman kelapa sawit dan morfologi tanaman kelapa sawit yang tergolong kelompok monokotil menjadikan penyakit ini sulit diidentifikasi secara dini (asymptomatic disease). Gejala yang diidentifikasi secara visual menunjukkan tanaman sudah terserang dan menunggu tanaman mati atau tumbang. Tindakan kultur teknis berupa penimbunan, pembedahan, dan isolasi merupakan perlakuan untuk memperpanjang umur ekonomi tanaman. Identifikasi tanaman kelapa sawit yang terserang penyakit BSR saat ini menjadi kunci dalam pengendaliannya dengan harapan dapat memperpanjang umur tanaman dan mencegah penularan ke tanaman yang masih sehat.
Identifikasi tanaman kelapa sawit yang terinfeksi penyakit BSR selain menggunakan diagnosis secara langsung di lapangan (manual) juga banyak dilakukan menggunakan pendekatan teknik remote sensing. Pemanfaatan teknik remote sensing yang dikombinasikan dengan machine learning untuk identifikasi penyakit BSR memberikan hasil klasifikasi yang sangat baik terutama penelitian yang menggunakan data citra satelit, sedangkan untuk data dari drone/Unmanned AerialVehicle (UAV) mempunyai akurasi identifikasi yang sedang Semakin tinggi akurasi identifikasi penyakit BSR akan memberikan presisi yang baik kepada praktisi dalam menerapkan tindak kultur teknis. Potensi penggunaan drone/UAV untuk mendukung pertanian yang presisi di perkebunan kelapa sawit sangat besar. Dengan demikian, peningkatan akurasi identifikasi tanaman kelapa sawit yang terinfeksi penyakit BSR dengan data dari drone/UAV dan machine learning.
Dengan menggunakan data dari penelitian Santoso (2020) pada tanaman tahun tanam 2002 dengan jumlah pohon sampel sebanyak 478 pohon. Penelitian ini berlokasi di Kebun Percobaan Aek Pantjur Pusat Penelitian Kelapa Sawit yang secara administrasi berada di Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara. Pengambilan sampel tanaman kelapa sawit dan perekaman image (gambar) dengan UAV dan kamera multispectral dilakukan pada tanggal 1 Agustus 2019. Wahana (awak) yang digunakan berupa UAV model T-tail vol tron dan kamera yang digunakan adalah Mapir Survey 3 dengan 3 band/saluran (multispectral). Tiga saluran (band) tersebut adalah merah (red/R) dengan panjang gelombang 660 nm, hijau (green/G) dengan panjang gelombang 550 nm, dan infra merah dekat (near infrared/NIR) dengan panjang gelombang 850 nm.
Tinggi terbang diatur pada ketinggian 200 m di atas pemukaan laut dengan overlap antar jalur terbang sebesar 80% dan di dalam jalur 75%. Gambar yang dihasilkan dari perekaman ini mempunyai ukuran piksel 10 x 10 cm. Pada penelitian ini ukuran pixel dikecilkan menjadi 2 x 2 m berdasarkan penelitian. Perekaman Calibration Reflectance Target (CRT) dilakukan sebelum mulai misi terbang untuk kalibrasi Digital Number (DN) hasil perekaman (image) ke reflectance dengan software Mapir Camera Control (MCC).
Identifikasi tanaman kelapa sawit dilakukan pada tanaman tahun tanam 2002 sebanyak 478 pohon pada tanggal 1 Agustus 2019 sebagai data referensi (ground truth). Penelitian ini menggunakan dua kelas yaitu tanaman sehat dan sakit (terinfeksi penyakit BSR). Kriteria yang digunakan dalam identifikasi tanaman yang terinfeksi penyakit BSR di lapangan. adalah tajuk tanaman tidak membuka > 3 buah, daun menguning dan mengering, pelepah sengkleh, adanya tubuh buah jamur di batang, pangkal batang busuk atau berlobang. Hasil identifikasi menunjukkan sebanyak 313 merupakan tanaman sehat dan 165 tanaman terinfeksi penyakit BSR. Hasil identifikasi tanaman sehat dan sakit dari lapangan tersebut digunakan untuk mengekstraksi nilai pantulan dari masing-masing kanopi tanaman dengan pengekstrak berupa kotak persegi berukuran 5 x 5 meter – . Hasil ekstraksi tersebut berupa nilai pantulan band merah, hijau, dan NIR yang digunakan sebagai variabel dalam model klasifikasi menggunakan machine learning.
Dengan menggunakan 3 variabel yaitu band merah (band 1), hijau (band 2), dan NIR (band 3) untuk identifikasi dan klasifikasi tanaman yang sehat dan terinfeksi penyakit BSR dengan machine learning random forest (RF). Pada penelitian ini digunakan 13 variabel yaitu band merah, hijau, NIR dan 10 indeks vegetasi sebagai variabel tambahan berdasarkan beberapa penelitian yang menggunakan indeks vegetasi untuk identifikasi penyakit pada berbagai jenis tanaman yaitu Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), Green NDVI (GNDVI), Simple Ratio (SR), Green Chlorophyll Index (CI), Green Difference Vegetation Index (GDVI), Green Ratio Vegetation Index (GRVI), Modified Simple Ratio (MSR), Non Linear Index (NLI), Transformed Difference Vegetation Index (TDVI), dan Green Enhanced Vegetation Index (EVI) yang merupakan modifikasi dari EVi dengan mengganti band biru dengan band hijau.Indeks vegetasi yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada kombinasi band merah, hijau, dan NIR yang umum digunakan dalam kajian vegetasi.
Untuk mengetahui potensi peningkatan akurasi identifikasi tanaman sehat dan terinfeksi penyakit BSR, pada penelitian ini digunakan 16 machine learning classification model yang biasa digunakan dalam klasifikasi di Caret package pada R software. Keenambelas machine learning model tersebut adalah random forest (RF), Classification And Regression Tree (CART), Random Ferns (RFerns), Random Forest By Randomization (RFR), Naïve Bayes (NB), Stochastic Gradient Boosting (SGB), boosted tree (Bstree), Regulized Discriminant Analysis (RDA), Bagged CART (BCART), partial least square (PLS), Neural Networks With Feature Extraction (PCANNET), Support Vector Machine (SVM), k-Nearest neighbor (k-NN), Neural network (NNET), dan Model Averaged Neural Network (avNNET).
Pembagian data menjadi 75% untuk training data dan 25% untuk testing data secara stratified random sampling dari kelompok (kelas) tanaman sehat dan terinfeksi penyakit BSR. Train control diterapkan pada seluruh model meliputi metode repeated cross validation untuk menghindari over fitting (kFold = 10), repeated 10 kali, dan preprocessing dengan metode center dan scale untuk menentukan (fitting) parameter terbaik. Performa klasifikasi dari 16 machine learning classification model dievaluasi menggunakan parameter akurasi interpretasi dan kappa value dengan threshold untuk akurasi interpretasi dan kappa value berturut-turut sebesar 79.49 dan 0.48 berdasarkan penelitian Santoso (2020). Akurasi interpretasi dan kappa value yang lebih tinggi dari nilai threshold menjadi indikator utama keberhasilan.
Lokasi penelitian merupakan salah satu kebun dengan tingkat serangan penyakit BSR yang relatif tinggi. Dengan menunjukkan lokasi penelitian dan banyaknya areal terbuka karena tanaman kelapa sawit yang banyak mengalami kematian oleh serangan penyakit BSR. Distribusi data setiap variabel termasuk nilai minimum, quantile pertama, median, quantile ketiga, dan nilai maksimum untuk kelas tanaman kelapa sawit sehat dan terinfeksi penyakit BSR pada Interaksi antar varible menunjukkan bahwa tanaman sehat dan sakit mempunyai nilai spektral yang saling overlap, sehingga kemampuan mendeteksi dan mengklasifikasikan tanaman yang sehat dan sakit dari 16 machine learning classification model sangat penting untuk diketahui. Spektral tanaman yang sehat dan terifeksi penyakit BSR yang saling overlap.
Tuning parameter setiap machine learning classification, model memilih tuning parameter berdasarkan nilai akurasi yang tertinggi menggunakan training data. Pada RF model, terpilih mtry = 10, artinya 10 variabel yang terpilih secara random sebagai kandidat dalam proses pemisahan kedua kelas. Model CART 1 mempunyai tuning parameter cp = 0.08 yang menjelaskan model mengatur dan membangun pohon (decision tree) yang relatif besar. Model CART 2 mempunyai tuning parameter maxdepth = 6 yang berarti model mengkonstruksi pohon (decision tree) sampai pada kedalaman (depth) 6. Tuning parameter pada model RFerns adalah depth = 3 artinya kedalaman pengacakan dari fern yang relatif kecil (tidak memerlukan memory komputer yang tinggi). Model RFR mempunyai tuning parameter mtry = 1 dan numRandomCuts = 1 artinya model memilih secara random 1 variabel dalam memisahkan kedua kelas dengan pemilihan metode pemisahan kedua kelas dari variabel yang terpilih secara sangat random. Model NB mempunyai tuning parameter fL = 0, usekernel = FALSE, dan adjust = 1 artinya Laplace smoother yang digunakan adalah 1 (selalu ada probabilitas dalam setiap variabel dalam pemisahan kedua kelas), tanpa kernel dengan density sebesar 1.
Model SGB mempunyai tuning parameter iterasi untuk boosting sebanyak 500 (n.trees = 500) dengan kedalaman penyusunan pohon (decision tree) sebesar 9 (interaction.depth = 9), pembobotan dari setiap pohon (decision tree) sebesar 0.1 (shrinkage = 0.1) dan jumlah minimal daun (node) sebesar 20 (n.minobsinnode = 20). Model Bstree mempunyai tuning parameter iterasi untuk boosting sebanyak 50 (mstop = 50) dengan maksimal kedalaman pohon (decision tree) sebesar 2 (maxdepth = 2) dan pembobotan dari setiap pohon (decision tree) sebesar 0.001 (shrinkage = 0.001). Tuning parameter pada model RDA adalah jumlah minimum kehilangan/pengurang dalam proses pembuatan pohon (decision tree) sebesar 0.3333 (gamma=0.3333) dengan regulasi pada setiap pembobotan sebesar 0.6667 (lambda=0.6667).
Model PLS mempunyai tuning parameter jumlah komponen untuk mengestimasi variansi (variances) sebesar 3 (ncomp = 3). Model PCANNET, avNNET, dan NNET mempunyai tuning parameter yang serupa yaitu unit tersembunyi (hidden unit) sebesar 3 (size = 3) dan faktor pembobotan sebesar 0.1 (decay = 0.1. Nilai sigma = 0.2361 pada model SVM menunjukkan pemisahan antar kelas mengarah ke non-linear dan cost = 0.5 menunjukkan aturan/penalty dalam proses pemisahan kedua kelas yang tergolong soft walaupun akan berdampak kepada hasil akurasi menjadi underfitting. Model k-NN mempunyai tuning parameter berupa jumlah ketertanggaan yang dilibatkan dalam proses voting sebesar 21 (k = 21).
Analisis variabel penting (variable importance) dalam mendukung model klasifikasi didapatkan bahwa indek vegetasi mempunyai peran yang penting dalam menuyusun model klasifikasi. Berdasarkan nilai variabel penting dari urutan tertinggi sampai dengan terendah adalah green EVI, CI, band1, GRVI, GNDVI, GDVI, band3, NDVI, MSR, TDVI, NLI, band2, dan SR. Nilai variabel penting dari setiap variabel ditunjukkan pada Tabel 4. Hasil identifikasi dan klasifikasi machine learning classification model berdasarkan akurasi interpretasi menunjukkan nilai akurasi bervariasi dari 71.79 – 87.18% dan kappa value bervariasi dari 0.33 – 0.69. Machine learning classification model yang mempunyai akurasi interpretasi dan kappa value di bawah nilai threshold 79.49% dan 0.48 sebanyak 7 model yaitu CART 2, Bstree, CART1, k-NN, PLS, RDA, dan NB. Sembilan model mempunyai akurasi interpretasi dan kappa value lebih tinggi dari threshold yaitu PCANNET, Rferns, RFR, SVM, avNNET, BCART, NNET, RF, dan SGB. Jika dikelompokkan berdasarkan akurasi interpretasi, PCANNET, Rferns, RFR, dan SVM mempunyai akurasi interpretasi yang sama yaitu 82.05%. Model avNNET, BCART, dan NNET mempunyai akurasi yang sama yaitu 84.62% serta RF dan SGB mempunyai nilai akurasi interpetasi yang sama yaitu 87.18% dengan kappa value sebesar 0.69.
Dengan menunjukkan adanya peningkatan akurasi interpretasi sekitar 9.67 % dan 44.56 % kappa value. Dengan peningkatan jumlah variable independent akan berdampak pada peningkatan akurasi. Jumlah variabel akan berinteraksi dengan dataset yang lain dan akan mempengaruhi performa model klasifikasi. Variable importance sebagai perhitungan scalar dari variabel yang mempengaruhi model klasifikasi (Inglis et al., 2022), Maka Variable Importance yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai peran yang cukup sampai tinggi dalam mempengaruhi akurasi interpretasi RF dan SGB mempunyai akurasi yang sama yaitu 87.18% dengan kappa value 0.69. Kedua model terbaik pada penelitian ini didasarkan pada decision tree dengan perbedaan keduanya terletak pada banyaknya pertumbuhan tree dan pengambilan keputusan di akhir proses sebagai rata-rata atau keputusan mutlak (majority rules) pada RF dan kombinasi sepanjang proses pada SGB. Model RF dan SGB memberikan hasil akurasi yang sama.
Ini menunjukkan peningkatan mayoritas parameter seperti User's Accuracy (UA), mapping accuracy, penurunan omission dan commission error. Model RF dan SGB dengan penambahan variabel mampu meningkatkan kemampuan mengidentifikasi dan klasifikasi tanaman yang terinfeksi penyakit BSR (sakit) dari 6 obyek menjadi 9 pada penelitian ini. Peningkatan kemampuan tersebut tidak terlepas dari penambahan variable yang berdasarkan lima variabel penting teratas adalah green EVI, CI, band1, GRVI, dan GNDVI.
Green EVI sebagai variabel teratas dikarenakan indek vegetasi ini sangat respon terhadap perubahan structural kanopi tanaman termasuk Leaf Area Index (LAI), type kanopi, fisiognomi tanaman (plant physiognomy), dan arsitektur kanopi. CI dan GRVI memanfaatkan band NIR dan hijau yang beberapa penelitian mampu mengestimasi kandungan klorofil daun dan kandungan nitrogen daun . Kandungan klorofil dan nitrogen daun akan berdampak pada kehijauan daun, sehingga sejalan dengan gejala tanaman kelapa sawit yang terinfeksi penyakit BSR yaitu daun tanaman kelapa sawit yang menguning dan mengering. Tanaman memerlukan cahaya merah dalam menjalankan fotosintesis, sehingga band1 menjadi variabel penting dalam model. Tanaman dengan variasi kandungan klorofil dan variasi dalam menyerap band merah (band1) terutama pada tanaman kelapa sawit yang terinfeksi penyakit BSR mendorong model RF dan SGB mampu meningkatkan kemampuan mengidentifikasi tanaman tersebut. Kappa value sebesar 0.69 menunjukkan kepercayaan interpretasi tergolong tinggi.
Heri Santoso 13 Juni 2023, View of Accuracy Improvement of Basal Stem Rot Disease Identification in Oil Palm Plantation Using Unmanned Aerial Vehicle and Machine Learning
Pemanfaatan teknik penginderaan jauh sudah banyak dimanfaatkan untuk kajian penyakit busuk pangkal batang (BPB) di perkebunan k ...
Rekomendasi pemupukan umumnya disusun setiap tahun untuk mengkoreksi kebutuhan hara tanaman melalui kegiatan pemupukan. Hara da ...
Kecukupan hara merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit. Umumnya, pemenuhan kecu ...